Senin, 05 Desember 2011

Malam Hari dan Puisi Jengah

Malam ini...

Seratus pasang mata memaksakan kesadarannya dalam kebingungan
Seratus lidah bertukar irama, menyanyi dan menari padahal semua tau tengah berjuang dalam keterpaksaan
Sementara mereka menggelar pasar di kelas yang menggelegar,
Aku asik memantapkan hentakan sepasang ibu jari demi catatan ini.


Kemalasan mencoba menyeret semua ke ruang yang tidak pasti


Tersadar namun tak membuat aku merasa bahwa masa depanku akan terkapar
Padahal sejuta bahkan bermiliaran rizky yang tak terhitung berlimpah nan terhampar
Menanti aku dan kereta berekor ratusan gerbong kosong yang siap kupenuhi
Yang terdekap dalam abadi nan jauh dari pudar,
Yang mengubur aku dalam kesejahteraan tiada habis tujuh turunan


Namun mengapa aku tetap menyamankan diri, padahal aku manusia dinamis yang tak pantas untuk bersabar


Wahai saudara dan sahabatku yang ku kasihi dan kurindukan dimasa depan yang penuh kelimpahan
Sebenarnya aku memimpikan berhari-hari disetiap aku terlelap saat aku lalai dalam tugasku
Mimpi pembawa kecukupan, pendamai seluruh kegelisahan, penentram segala ketakutan


Lalu...
Mengapakah aku melambatkan gerakanku disaat derap lariku tak mampu mengimbangi sang pengusaha
Mengapakah kemalasan selalu jadi tersangka yang tak tau apa-apa namun tetap tersudutkan
Aku begitu terbuai dan menikmati keterbuaianku tanpa menyelaminya
Memati surikan jiwa yang semestinya bergelora dan menuakan hati dengan kata dewasa sebagai latarnya

Masa depan tak seharusnya aku gantungkan tanpa aku sinari dengan semangat
Seperti sehelai sutra basah kuyup yang kucuci namun tak kupasang dipengeringan
Tetap basah dan melembap dan segera melapuk benangnya

Malam ini...

Disaat ku menatap wajah guru yang menurutku masih wajib untuk belajar
Buku berisi ribuan kata yang untaiannya penuh logika namun tak pasti
Diatas penalaranku yang semakin jengah dan terpaksa berpura dalam konsentrasi...

Aku menasehati semua yang menyaksikan apa yang kuceritakan ini
Dan kumohonkan pada Tuhan yang Maha Pengasih,
Setiap baik di diriku untuk kalian dan yang buruk termusnahkan

Dengarkanlah...


Saudaraku yang sedarah dan sebahagia aku dimasa depan
Sahabatku senasib dan semasa depan yang takdir baik itu memang hak kita dalam harapan
Tetaplah jadikan dirimu itu dirimu yang mengingatkan akan baiknya dirimu
Semangatkan derapmu hingga langkah kecilmu lebih sempurna dari kencangnya lari dan jauhnya lompatan para pahlawan
Saling menyadarkan bahwa diri kita memiliki peran masing-masing yang saling menghebatkan
Meneriakan semangat-semangat para pembaharu yang pasti gemilang dalam haru dan mengecap kata sukses berakhir tanda (!)

'Karena kita adalah Ketiadaan yang mampu menjadi Kebiasaan dan akhirnya mengendalikan Tradisi dan Kepercayaan'

Ketiadaan rasa ragu
Kebiasaan mencoba dan berusaha
Tradisi kerja keras yang pantang menyerah
Kepercayaan akan keberhasilan dan proses Kesuksesan

Maka itulah kita, Selangkah lebih maju bahkan seribu
Setahap lebih tinggi bahkan sejuta
Serasa dan Sejiwa dalam Semesta
Melangkah maju mengukir warna berbusur dilatar biru (Pelangi)

------------------------------------------------

Akhirnya tinggal sekejap lagi aku dan sembilan puluh sembilan manusia yang mengejar cita, akan pulang dan merebahkan mimpi dalam angan
Dan tersentak dipagi hari yang indah dalam kenyataan.




-Muhamad Irsan-